Bila dalam Perang 33 Hari Al-Manar tampil sebagai suara Hizbullah, kini Perang Furqan, seperti yang disebut Ismail Haniyah, Al-Aqsha tampil sebagai suara para pejuang Palestina. Kini Al-Aqsha boleh berbangga mampu menghadapi serbuan propaganda media-media Zionis Israel demi melindungi cita-cita rakyat Palestina.
———————————————————————
Perang Media; Fenomena Al-Manar Hingga Al-Aqsha
Oleh: Saleh Lapadi
Kekalahan Rezim Zionis Israel di Gaza tidak hanya terbatas pada perang fisik. Karena banyak bukti menunjukkan Zionis Israel juga kalah dalam perang media.
Pada musim panas tahun 2006 ketika bom-bom cluster Israel dijatuhkan ke atas rakyat sipil di Lebanon Selatan, sejumlah wartawan asing keluar dari sana. Namun sebagian lagi tetap bertahan di sana menanggung resiko dengan menggambarkan apa yang terjadi di Lebanon Selatan. Hasilnya, berbagai sudut kejahatan dan kebiadaban Israel tercatat dalam sejarah umat manusia.
Dalam perang Gaza, Zionis Israel berusaha untuk mencegah hal yang terjadi di Lebanon terulang kembali di Gaza dengan menghalang-halangi masuknya wartawan ke Gaza. Para pemimpin Tel Aviv mengkhawatirkan kehadiran para wartawan dan mempublikasikan kenyataan yang sebenarnya yang dihadapi warga Palestina yang pada akhirnya membangkitkan kemarahan masyarakat internasional dan opini umum akan berbalik menekan mereka.
Lembaga-lembaga keamanan dan intelejen Israel berusaha sekuat tenaga menghalang-halangi masuknya wartawan ke Gaza, namun sejumlah televisi internasional berhasil menerobos masuk dan menayangkan kenyataan sebenarnya yang terjadi di sana. Hasilnya, kini sejumlah televisi berita menjadi pusat gerakan anti Zionis. Tidak diragukan ada sejumlah alasan yang membuat protes dunia internasional semakin berkobar di seluruh dunia, salah satunya adalah media yang tak pernah tidur memberitakan apa yang terjadi di Gaza.
Di sisi lain, ternyata media-media dalam negeri Rezim Zionis Israel ngotot menghadapi gerakan media yang mendukung Gaza. Media-media Zionis berusaha keras memburuk-burukkan citra Hamas.
Cara yang dilakukan dimulai dengan menayangkan kerusakan dan korban akibat serangan roket-roket para pejuang Palestina. Sebagian tayangan ini diberitakan oleh sejumlah media-media Barat, namun dengan cepat mereka kemudian memahami bahwa pemirsa ingin tayangan obyektif yang menayangkan kondisi sebenarnya dari kedua pihak. Menyaksikan itu para pemirsa akhirnya mengetahui betapa perang yang terjadi tidak seimbang. Media-media Israel hanya memfokuskan pada 13 korban dari warga zionis. Sementara pemirsa yang masih punya hati nurani memilih menangisi 1.000-an lebih korban warga Palestina yang sebagian besarnya terdiri dari anak-anak dan wanita. Dan saat mereka menyaksikan tayangan korban akibat bom-bom kimia, mengingatkan mereka akan genosida dan pembantaian massal terbesar dalam sejarah manusia.
Perang Gaza juga punya capaian penting yang membuat skenario propaganda Tel Aviv menjadi mandul. Media-media Israel selalu membesar-besarkan serangan roket para pejuang Palestina ke berbagai daerah Palestina pendudukan (Israel) sebagai ancaman ril dan ini dijadikan alibi bagi para pemimpin Israel untuk menyerang Gaza demi melindungi warganya.
Kini mayoritas pakar mengakui bahwa kemenangan yang semakin nyata bagi para pejuang Palestina di medan pertempuran telah terlebih dahulu dimenangkan mereka dalam perang media. Gambar-gambar yang dikirim dari Gaza menjadi pukulan terberat bagi Tel Aviv, sehingga media-media Arab yang sebelum ini mengekor politik Israel semakin sulit untuk tetap membela Israel.
Menghadapi media Zionis Israel yang tak berbilang, Hamas yang hanya mengandalkan televisi Al-Aqsha miliknya selain mampu menggambarkan kenyataan sebenarnya yang terjadi dalam perang Gaza, televisi ini juga berhasil menarik dukungan internasional. Televisi Al-Aqsha berhasil membuktikan kebenaran dan ketertindasan Gaza dalam menghadapi agresi brutal Israel dan dalam waktu yang sama berhasil menggalang dukungan menuntut negara-negara yang bungkam tidak bereaksi menyaksikan terbantainya rakyat Palestina yang juga Arab.
Bila dalam Perang 33 Hari Al-Manar tampil sebagai suara Hizbullah, kini Perang Furqan, seperti yang disebut Ismail Haniyah, Al-Aqsha tampil sebagai suara para pejuang Palestina. Kini Al-Aqsha boleh berbangga mampu menghadapi serbuan propaganda media-media Zionis Israel demi melindungi cita-cita rakyat Palestina.
Tinggalkan komentar