Konferensi Jaksa Negara-Negara Islam akhirnya kemarin (Rabu, 22/4) resmi ditutup setelah dua hari berturut-turut membahas mekanisme hukum untuk menyeret rezim zionis Israel ke mahkamah internasional. Dalam konferensi dua hari itu, sekitar 200 pakar dan praktisi hukum dari pelbagai negara menyusun draft dakwaan hukum melawan kejahatan rezim zionis Israel terhadap rakyat Palestina dan menghasilkan sebuah deklarasi. Upaya menyeret para petinggi zionis Israel yang terlibat dalam kejahatan perang terhadap rakyat Palestina selain merupakan tanggung jawab internasional, memerlukan pula dukungan tegas institusi hukum negara-negara Islam.
———————————————————–
Menyorot Konferensi Jaksa Negara-Negara Islam di Tehran
Konferensi Jaksa Negara-Negara Islam akhirnya kemarin (Rabu, 22/4) resmi ditutup setelah dua hari berturut-turut membahas mekanisme hukum untuk menyeret rezim zionis Israel ke mahkamah internasional. Dalam konferensi dua hari itu, sekitar 200 pakar dan praktisi hukum dari pelbagai negara menyusun draft dakwaan hukum melawan kejahatan rezim zionis Israel terhadap rakyat Palestina dan menghasilkan sebuah deklarasi. Upaya menyeret para petinggi zionis Israel yang terlibat dalam kejahatan perang terhadap rakyat Palestina selain merupakan tanggung jawab internasional, memerlukan pula dukungan tegas institusi hukum negara-negara Islam.
Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 22 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, seluruh peserta konferensi Tehran mendesak ketua Majelis Umum PBB memasukkan tema peradilan kejahatan perang rezim zionis Israel dalam agenda sidang Majelis Umum PBB.
Sesuai dengan laporan dan bukti-bukti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan aturan perang serta berdasarkan Konvensi Jenewa, upaya memproses hukum atas kejahatan internasional sesuai dengan hukum nasional dan internasional merupakan hal yang bisa dilakukan. Hal itu bisa dilihat dari sejarah peradilan para penjahat perang internasional pasca Perang Dunia II. Pasal 146 bab 147 Konvensi Jenewa 1949 juga memungkinkan digelarnya peradilan para penjahat perang baik di tingkat nasional maupun internasional.
Meski demikian, para pendukung rezim zionis Israel, khususnya pasca keluarnya kecaman dunia terhadap kejahatan perang Israel di Jalur Gaza, senantiasa berusaha menggagalkan langkah masyarakat internasional untuk menyeret rezim zionis ke kursi pesakitan. Hal itu bisa kita saksikan dalam Konferensi PBB Anti-Rasisme di Jenewa yang dikenal dengan Durban II. Dengan melancarkan pelbagai propaganda dan konspirasi, rezim zionis Israel dan sekutu Baratnya berusaha menjadikan Konferensi Durban II sebagai sidang yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh kekuatan dan mencegah munculnya beragam bentuk kecaman terhadap jati diri rasisme rezim zionis. Namun semua upaya itu akhirnya bisa ditepis dengan sikap berani dan penegasan Presiden Ahmadinejad dalam pidatonya di Konferensi Durban II.
Para pengamat menilai, sebagai langkah awal, putusan yang dihasilkan dalam konferensi Tehran merupakan hal yang sangat penting. Dibentuknya institusi hukum yang khusus mengadili dan menghukum para penjahat internasional dan pembahasan mengenai mekanisme kerjasama dengan lembaga hukum internasional, seperti Mahkamah Pidana Internasional (ICC) merupakan sejumlah langkah yang bisa mempercepat langkah untuk mengadili rezim zionis Israel. [IRIB]
Tinggalkan komentar