Bung Lutfhi, anda memang tidak akan melihat tank-tank Israel di Tel Aviv atau kota lain karena tank-tank itu dikonsentrasikan di perbatasan untuk membunuh orang-orang Palestina. Anda katakan ” Mereka tak akan mudah menyerahkan begitu saja sesuatu yang mereka bangun dengan keringat dan darah”. Barangkali akan lebih jelas kalau anda lebih spesifik, mereka itu siapa, darah Israel atau darah Palestina. Alangkah naifnya komentar kawan Singapore yang anda kutip: “orang-orang Arab itu mau enaknya saja. Mereka mau ambil itu Palestina, setelah disulap jadi sorga oleh orang-orang Yahudi. Kenapa tak mereka buat saja di negeri mereka sendiri surga seperti Tel Aviv ini?”
————————————————————————————-
Beberapa Catatan dari Israel
Luthfi Assyaukanie
Saya baru saja melakukan perjalanan ke Israel. Banyak hal berkesan yang saya dapatkan dari negeri itu, dari soal Kota Tua yang kecil namun penuh memori konflik dan darah, Tel Aviv yang cantik dan eksotis, hingga keramahan orang-orang Israel. Saya kira, siapapun yang menjalani pengalaman seperti saya akan mengubah pandangannya tentang Israel dan orang-orangnya.
Ketika transit di Singapore, seorang diplomat Israel mengatakan kepada saya bahwa orang-orang Israel senang informalities dan cenderung rileks dalam bergaul. Saya tak terlalu percaya dengan promosinya itu, karena yang muncul di benak saya adalah tank-tank Israel yang melindas anak-anak Palestina (seperti kerap ditayangkan oleh CNN and Aljazira). Tapi, sial, ucapan diplomat itu benar belaka. Dia bukan sedang berpromosi. Puluhan orang yang saya jumpai dari sekitar 15 lembaga yang berbeda menunjukkan bahwa orang-orang Israel memang senang dengan informalities dan cenderung bersahabat.
Saya masih ingat dalam sebuah dinner, seorang rabbi mengeluarkan joke-joke terbaiknya tentang kegilaan orang Yahudi. Dia mengaku mengoleksi beberapa joke tapi kalah jauh dibandingkan Gus Dur yang katanya “more jewish than me.” Dalam jamuan lunch, seorang diplomat Israel berperilaku serupa, membuka hidangan dengan cerita jenaka tentang persaingan orang Yahudi dan orang Cina.
Tentu saja, informalities adalah satu bagian saja dari cerita tentang Israel. Pada satu sisi, manusia di negeri ini tak jauh beda dengan tetangganya yang Arab: hangat, humorous, dan bersahabat. Atau semua budaya Mediteranian memang seperti itu? Tapi, pada sisi lain, dan ini yang membedakannya dari orang-orang Arab: kecerdasan orang-orang Israel di atas rata-rata manusia. Ini bukan sekadar mitos yang biasa kita dengar. Setiap 2 orang Israel yang saya jumpai, ada 3 yang cerdas. Mungkin ini yang menjelaskan kenapa bangsa Arab yang berlipat jumlahnya itu tak pernah bisa menandingi Israel.
Kecerdasan itu seperti kecantikan. Ia memancar dengan sendirinya ketika kita bergaul dengan seseorang. Tidak yang laki-laki, tidak yang perempuan, semua orang Israel yang saya ajak bicara memancarkan kesan itu. Patutlah bahwa sebagian peraih nobel dan ilmuwan sosial besar adalah orang-orang Yahudi.
Yang membuat saya terkesima adalah bahwa orang-orang Israel, paling tidak para pejabat, pemikir, budayawan, diplomat, penulis, dan profesional, yang saya jumpai, semuanya lancar dan fasih berbahasa Arab. Mereka senang sekali mengetahui bahwa saya bisa berbahasa Arab. Berbahasa Arab semakin membuat kami merasa akrab. Belakangan baru saya ketahui bahwa bahasa Arab adalah bahasa formal/resmi Israel. Orang Israel boleh menggunakan dua bahasa, Ibrani dan Arab, di parlemen, ruang pengadilan, dan tempat-tempat resmi lainnya.
Kebijakan resmi pemerintah Israel ini tentu saja sangat cerdas, bukan sekadar mengakomodir 20 persen warga Arab yang bermukim di Israel. Dengan menguasai bahasa Arab, orang-orang Israel telah memecah sebuah barrier untuk menguasai orang-orang Arab. Sebaliknya, orang-orang Arab tak mengerti apa yang sedang dibicarakan di Israel, karena bahasa Ibrani adalah bahasa asing yang bukan hanya tak dipelajari, tapi juga dibenci dan dimusuhi. Orang-orang Israel bisa bebas menikmati televisi, radio, dan surat kabar dari Arab (semua informasi yang disampaikan dalam bahasa Arab), sementara tidak demikian dengan bangsa Arab.
Bahwa Israel adalah orang-orang yang serius dan keras, benar, jika kita melihatnya di airport dan kantor imigrasi. Mereka memang harus melakukan tugasnya dengan benar. Di tempat2 strategis seperti itu, mereka memang harus serius dan tegas, kalau tidak bagaimana jadinya negeri mereka, yang diincar dari delapan penjuru angin oleh musuh-musuhnya.
Saya sangat bisa memahami ketegasan mereka di airport dan kantor2 imigrasi (termasuk kedubes dan urusan visa). Israel dibangun dari sepotong tanah yang tandus. Setelah 60 tahun merdeka, negeri ini menjadi sebuah surga di Timur Tengah. Lihatlah Tel Aviv, jalan-jalannya seperti avenues di New York atau Sydney. Sepanjang pantainya mengingatkan saya pada Seattle atau Queensland. Sistem irigasi Israel adalah yang terbaik di dunia, karena mampu menyuplai jumlah air yang terbatas ke ribuan hektar taman dan pepohonan di sepanjang jalan.
Bangsa Israel akan membela setiap jengkal tanah mereka, bukan karena ada memori holocaust yang membuat mereka terpacu untuk memiliki sebuah negeri yang berdaulat, tapi karena mereka betul-betula bekerja keras menyulap ciptaan Tuhan yang kasar menjadi indah dan nyaman didiami. Mereka tak akan mudah menyerahkan begitu saja sesuatu yang mereka bangun dengan keringat dan darah. Setiap melihat keindahan di Israel, saya teringat sajak Iqbal:
Engkau ciptakan gulita
Aku ciptakan pelita
Engkau ciptakan tanah
Aku ciptakan gerabah
Dalam Taurat disebutkan, Jacob (Ya’kub) adalah satu-satunya Nabi yang berani menantang Tuhan untuk bergulat. Karena bergulat dengan Tuhan itulah, nama Israel (Isra-EL, orang yang bergulat dengan Tuhan) disematkan kepada Jacob. Di Tel Aviv, saya menyaksikan bahwa Israel menang telak bergulat dengan Tuhan.
Orang-orang Israel akan membela setiap jengkal tanah yang mereka sulap dari bumi yang tandus menjadi sepotong surga. Bahwa mereka punya alasan historis untuk melakukan itu, itu adalah hal lain. Pembangunan bangsa, seperti kata Benedict Anderson, tak banyak terkait dengan masa silam, ia lebih banyak terkait dengan kesadaran untuk menyatukan sebuah komunitas. Bangsa Yahudi, lewat doktrin Zionisme, telah melakukan itu dengan baik.
Melihat indahnya Tel Aviv, teman saya dari Singapore membisiki saya: “orang-orang Arab itu mau enaknya saja. Mereka mau ambil itu Palestina, setelah disulap jadi sorga oleh orang-orang Yahudi. Kenapa tak mereka buat saja di negeri mereka sendiri surga seperti Tel Aviv ini?” Problem besar orang-orang Arab, sejak 1948 adalah bahwa mereka tak bisa menerima “two state solution,” meski itu adalah satu-satunya pilihan yang realistik sampai sekarang. Jika saja orag-orang Palestina dulu mau menerima klausul itu, mungkin cerita Timur Tengah akan lain, mungkin tak akan ada terorisme Islam seperti kita lihat sekarang, mungkin tak akan ada 9/11, mungkin nasib umat Islam lebih baik. Bagi orang-orang Arab, Palestina adalah satu, yang tak bisa dipisah-pisah. Bagi orang-orang Israel, orang-orang Palestina tak tahu diri dan angkuh dalam kelemahan.
Sekarang saya mau cerita sedikit tentang Kota Tua Jerussalem, tentang al-Aqsa, dan pengalaman saya berada di sana. Percaya atau tidak, Kota Tua tidak seperti yang saya bayangkan. Ia hanyalah sekerat ladang yang berada persis di tengah lembah. Ukurannya tak lebih dari pasar Tanah Abang lama atau Terminal Pulo Gadung sebelum direnovasi. Tentu saja, sepanjang sejarahnya, ada perluasan-perluasan yang membentuknya seperti sekarang ini. Tapi, jangan bayangkan ia seperti Istanbul di Turki atau Muenster di Jerman yang mini namun memancarkan keindahan dari kontur tanahnya. Kota Tua Jerussalem hanyalah sebongkah tanah yang tak rata dan sama sekali buruk, dari sisi manapun ia dilihat.
Sebelum menuruni tangga ke sana, saya sempat melihat Kota Tua dari atas bukit. Heran seribu heran, mengapa tempat kecil yang sama sekali tak menarik itu begitu besar gravitasinya, menjadi ajang persaingan dan pertikaian ribuan tahun. Saya berandai-andai, jika tak ada Golgota, jika tak ada Kuil Sulayman, dan jika tak ada Qubbah Sakhra, Kota Tua hanyalah sebuah tempat kecil yang tak menarik. Berada di atas Kota Tua, saya terbayang Musa, Yesus, Umar, Solahuddin al-Ayyubi, Richard the Lion Heart, the Templer, dan para penziarah Eropa yang berbulan-bulan menyabung nyawa hanya untuk menyaksikan makam, kuburan, dan salib-salib. Agama memang tidak masuk akal.
Oleh Guide kami, saya diberitahu bahwa Kota Tua adalah bagian dari Jerussalem Timur yang dikuasai Kerajaan Yordan sebelum perang 1967. Setelah 1967, Kota Tua menjadi bagian dari Israel. “Dulu,” katanya, “ada tembok tinggi yang membelah Jerussalem Timur dan Jerussalem Barat. Persis seperti Tembok Berlin. Namun, setelah 1967, Jerussalem menjadi satu kembali.” Yang membuat saya tertegun bukan cerita itu, tapi pemandangan kontras beda antara Jerussalem Timur dan Jerussalem Barat dilihat dari ketinggian. Jerussalem Timur gersang dan kerontang, Jerussalem Barat hijau dan asri. Jerussalem Timur dihuni oleh sebagian besar Arab-Muslim, sedangkan Jerussalem Barat oleh orang-orang Yahudi.
Saya protes kepada Guide itu, “Mengapa itu bisa terjadi, mengapa pemerintah Israel membiarkan diskriminasi itu?” Dengan senyum sambil melontarkan sepatah dua patah bahasa Arab, ibu cantik itu menjelaskan: “ya akhi ya habibi, kedua neighborhood itu adalah milik privat, tak ada urusannya dengan pemerintah. Beda orang-orang Yahudi dan Arab adalah, yang pertama suka sekali menanam banyak jenis pohon di taman rumah mereka, sedang yang kedua tidak. Itulah yang bisa kita pandang dari sini, mengapa Jerussalem Barat hijau dan Jerussalem Timur gersang.” Dough! Saya jadi ingat Bernard Lewis: “What went wrong?”
Ada banyak pertanyaan “what went wrong” setiap kali saya menyusuri tempat-tempat di Kota Tua. Guess what? Kota Tua dibagi kepada empat perkampungan (quarter): Muslim, Yahudi, Kristen, dan Armenia. Pembagian ini sudah ada sejak zaman Salahuddin al-Ayyubi. Menelusuri perkampungan Yahudi sangat asri, penuh dengan kafe dan tempat-tempat nongkrong yang cozy. Begitu juga kurang lebih dengan perkampungan Kristen dan Armenia. Tibalah saya masuk ke perkampungan Muslim. Lorong-lorong di sepanjang quarter itu tampak gelap, tak ada lampu, dan jemuran berhamburan di mana-mana. Bau tak sedap terasa menusuk.
Jika pertokoan di quarter Kristen tertata rapi, di quarter Muslim, tampak tak terurus. Ketika saya belanja di sana, saya hampir tertipu soal pengembalian uang. Saya sadar, quarter Muslim bukan hanya kotor, tapi pedagangnya juga punya hasrat menipu.
Namun, di antara pengalaman tak mengenakkan selama berada di perkampungan Islam adalah pengalaman masuk ke pekarangan al-Aqsa (mereka menyebutnya Haram al-Syarif). Ini adalah kebodohan umat Islam yang tak tertanggulangi, yang berasal dari sebuah teologi abad kegelapan. You know what? Saya dengan bebasnya bisa masuk ke sinagog, merayu tuhan di tembok ratapan, dan keluar-masuk gereja, tanpa pertanyaan dan tak ada penjagaan sama sekali.
Tapi begitu masuk wilayah Haram al-Syarif, dua penjaga berseragam tentara Yordania dengan senjata otomatis, diapit seorang syeikh berbaju Arab, menghadang, dan mengetes setiap penziarah yang akan masuk. Pertanyaan pertama yang mereka ajukan: “enta Muslim (apakah kamu Muslim)?” Jika Anda jawab ya, ada pertanyaan kedua: “iqra al-fatihah (tolong baca al-fatihah).” Kalau hafal Anda lulus, dan bisa masuk, kalau tidak jangan harap bisa masuk.
Saya ingin meledak menghadapi mereka. Saya langsung nyerocos saja dengan bahasa Arab, yang membuat mereka tersenyum, “kaffi, kaffi, ba’rif enta muslim (cukup, cukup, saya tahu Anda Muslim).” Saya ingin meledak menyaksikan ini karena untuk kesekian kalinya kaum Muslim mempertontonkan kedunguan mereka. Kota Tua adalah wilayah turisme dan bukan sekadar soal agama. Para petinggi Yahudi dan Kristen rupanya menyadari itu, dan karenanya mereka tak keberatan jika semua pengunjung, tanpa kecuali, boleh mendatangi rumah-rumah suci mereka.
Tapi para petinggi Islam rupanya tetap saja bebal dan senang dengan rasa superioritas mereka (yang sebetulnya juga tak ada gunanya). Akibat screening yang begitu keras, hanya sedikit orang yang berminat masuk Haram al-Syarif. Ketika saya shalat Maghrib di Aqsa, hanya ada dua saf, itupun tak penuh. Menyedihkan sekali, padahal ukuran Aqsa dengan seluruh latarnya termasuk Qubbat al-Shakhra sama besarnya dengan masjid Nabawi di Madinah. Rumah tuhan ini begitu sepi dari pengunjung.
Tentu saja, alasan penjaga Aqsa itu adalah karena orang-orang non-Muslim haram masuk wilayah mesjid. Bahkan orang yang mengaku Muslim tapi tak pandai membaca al-Fatihah tak layak dianggap Muslim. Para penjaga itu menganggap non-Muslim adalah najis yang tak boleh mendekati rumah Allah.
Saya tak bisa lagi berpikir. Sore itu, ingin saya kembali ke tembok ratapan, protes kepada Tuhan, mengapa anak bontotnya begitu dimanja dengan kebodohan yang tak masuk akal.[]
Komentar saya (Abdillah Toha)
yang dimuat di Facebook.
Bung Luthfie yang baik,
Membaca catatan anda, saya juga terkesima. Bukan dengan Israel, tetapi dengan catatan itu. Betapa seorang yang berpendidikan tinggi seperti anda bisa membuat tulisan dan kesimpulan yang berbau propaganda setelah hanya beberapa hari (?) berkunjung ke Israel, atas undangan dan kebaikan mereka, Sampai-sampai anda meratap di tembok ratapan Yahudi. Seingat saya, saya belum pernah membaca tulisan yang begitu memuja dan memuji Israel seperti tulisan anda ini, termasuk tulisan oarng Israel yang mendukung Zionisme. Kenapa saya sebut propaganda? Karena sebuah tulisan yang memuja dan memuji ditambah mengecam lawannya, seolah-olah tak ada aspek negatif dari subyek yang dipuji dan tak ada aspek positif dari yang dikecam, adalah sebuah propaganda. Propaganda ini cukup berhasil, melihat komentar-komentar di halaman Facebook anda. Namun, menurut saya, proaganda ini kurang cerdas karena orang langsung akan dapat menilai demikian. Seharusnya, anda bisa lebih cerdas dengan “pura-pura” sedikit mengeritik Israel agar lebih kelihatan obyektif.
Pertama saya harus jelaskan lebih dahulu bahwa saya dan kita semua harus membedakan antara orang Yahudi dan negara Israel. Tidak semua Yahudi mendukung Zionisme Israel dan sayapun punya cukup banyak kawan Yahudi yang sangat kritis terhadap Israel. Bahkan belum lama ini saya sempat bertemu dengan beberapa Rabbi Yahudi yang mengatakan bahwa pembentukan negara Israel itu bertentangan dengan buku suci mereka. Kita tidak boleh memusuhi Yahudi atau ras apapun, tetapi sikap mendukung negara Israel berarti mendukung kebiadaban modern dan satu-satunya penjajah yang tersisa di abad ke 21 ini (kecuali bila kita masukkan pendudukan AS atas Iraq dan Afghanistan) .. Saya tidak ingin berpanjang-panjang membahas soal ini, tapi bila anda ingin membaca tulisan-tulisan (termasuk oleh beberapa orang Yahudi seperti Dr Finkelstein dsb.) tentang pelanggaran, kebrutalan dan kekejaman Israel, dengan senang hati akan saya kirimkan.
Bung Lutfhi, anda memang tidak akan melihat tank-tank Israel di Tel Aviv atau kota lain karena tank-tank itu dikonsentrasikan di perbatasan untuk membunuh orang-orang Palestina. Anda katakan ” Mereka tak akan mudah menyerahkan begitu saja sesuatu yang mereka bangun dengan keringat dan darah”. Barangkali akan lebih jelas kalau anda lebih spesifik, mereka itu siapa, darah Israel atau darah Palestina. Alangkah naifnya komentar kawan Singapore yang anda kutip: “orang-orang Arab itu mau enaknya saja. Mereka mau ambil itu Palestina, setelah disulap jadi sorga oleh orang-orang Yahudi. Kenapa tak mereka buat saja di negeri mereka sendiri surga seperti Tel Aviv ini?” Orang ini pasti belum pernah ke Saudi, Kuwait, Dubai, Turki dll. Atau anda yang sudah pernah kesana mungkin begitu terkesima oleh Israel sehingga lupa di negara-negara Arab yang merdeka mereka juga tidak kalah bisa membangun negerinya yang berpadang pasir. Bagaimana Palestina mau membangun kalau tiap hari di bom, diserang, digusur, dibatasi geraknya dengan ratusan chek points dan di blokade. Atau mungkin anda tidak diajak oleh pengundang anda ke kawasan-kawasan itu. atau anda tidak berpikir perlu menyempatkan melihat kesengsaraan warga Gaza yang diblokir oleh Israel.
Anda katakan “setiap 2 orang Israel yang saya jumpai, ada 3 yang cerdas. Mungkin ini yang menjelaskan kenapa bangsa Arab yang berlipat jumlahnya itu tak pernah bisa menandingi Israel “. Saya kira anda harus lebih banyak membaca, bung Lutfhi. Perang Yom Kipur, terusirnya tentara Israel dua kali dari Lebanon (terakhir Juli 2006) adalah sebagian rentetan fakta kekalahan-kekalahan Israel. Dluar itu, ketidak mampuan Palestina dan Arab mengusir Israel dari tanah yang didudukinya sampai sekarang bukan karena “kecerdasan” orang Israel tetapi nyata-nyata dukungan satu-satunya negara adi daya di dunia yang menjadikan militer Israel sebagai militer nomor tiga terkuat di dunia saat ini. Pejuang Palestina hanya bisa melawan dengan batu dan roket primitif rakitan sendiri.Yang dihadapai bangsa Arab itu sebenarnya Amerika, bukan sekadar Israel.Saatnya akan tiba ketika semua kekuatan zalim ini akan punah. Tanda-tanda itu sudah mulai tampak dengan adanya krisis global saat ini dan gagalnya misi Amerika di Iraq dan Afghanistan.
Bung Luthfi, saya tidak menutup mata terhadap kekurangan dan kebangrutan moral banyak negara Arab yang otoriter dan korup. Inilah salah satu sebab utama “kekalahan” Arab terhadap Israel karena mereka tidak menjalankan kebijakan yang merepresentasikan kehendak rakyatnya. Karenanya, ketika Sayyid Hasan Nasrullah dengan Hizbullahnya berhasil mengusir Israel dari tanah Lebanon untuk yang kedua kalinya, beliau menjadi pahlawan dan manusia terpopuler dikalangan rakyat Arab. Tetapi saya juga tidak akan menggambarkan orang-orang Arab (muslim) Israel yang tinggal di kampung-kampung kumuh dan membandingkannya dengan hunian orang Yahudi dengan mengatakan “Lorong-lorong di sepanjang quarter itu tampak gelap, tak ada lampu, dan jemuran berhamburan di mana-mana. Bau tak sedap terasa menusuk” tanpa mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang miskin dan terpinggirkan disana. Bukankah lorong-lorong orang miskin selalu demikian dimana-mana? Dan tahukah kenapa warga negara Arab muslim di Israel ini miskin dan terpinggirkan? Karena mereka adalah warga yang memang dipinggirkan dan di diskriminasi. Orang-orang Arab warga Israel harus membayar pajak lebih tinggi dari warga Yahudi karena mereka tidak (boleh/qualified) .menjadi anggota militer dan bentuk diskriminasi lain (http://www.jfjfp.org/factsheets/arabsinisrael.htm). Mereka dilarang membeli atau menempati rumah atau flat di daerah-daerah tertentu yang dihuni warga Yahudi.(http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/12/19/AR2007121902681_pf.Html), karyawan yang menggunakan bahasa Arab bisa dipecat (http://weekly.ahram.org.eg/2004/680/ re104.htm), dalam pendidikan mereka juga di diskriminasi (http://www.hrw.org/legacy/ reports/2001/israel2/), warga Arab Israel banyak yang dibunuh dan diperlakukan dengan semena-mena (http://files.tikkun.org/current/article.php/20081007044518248), dan seterusnya. Anda boleh lihat ratusan laporan berbagai organisasi Human Rights lainnya tentang hal ini. Sebagai negara yang digembar gemborkan demokrasi ditengah-tengah otoriterianisme dunia Arab, mereka telah memperlakukan demokrasi dengan standar ganda.
Saya kira semua yang saya sampaikan ini bukanlah hal baru. Hanya saja, entah kenapa, anda memilih menutup mata dan hati bagi situasi yang demikian. Atau mungkin karena anda mempunyai agenda tertentu dalam rangka me”liberalkan” Islam? Wallahualam.[]
Admin Islam Syiah:
Apakah para muslim pengunjung Israel seperti Luthfi Assyaukanie dalam lawatannya menjumpai pemandangan semacam ini?
Saya jadi turut bangga dengan gerakan Syiah ini. Saya berharap muslim lainpun turut mendukung gerakan Syiah ini, sebagaimana bergabungnya antara Hamas dan Hisbullah.
Assalamu’alaikum.
Saya pribadi setelah membaca ceritanya si Luthfi, dapat menyimpulkan bahwa dia orang yang tidak percaya dengan agama. Yang dilihat hanya keindahan semata. “Menyulap cipataan Tuhan yang kasar, Ya’qub menantang duel dengan Tuhan, agama memang tidak masuk akal, keluar masuk gereja, kemesjid, dan mengadu kepada Tuhan ditempok ratapan”. Dan keindahan israel, termasuk pantai israel yang sama dengan pantai amerika, adalah ca si caranya IBLIS untuk membawa manusia kesurga sang IBLIS. Semoga si IBLIS yang memakai tubuh si luthfi cepat mendapat hukuman Allah, amin.
Wassalam.
si Luthfi memang Sableenggggg……
luthfi pangeran liberal itu ya calon pengganti nurcholis majid dan juga rekan ulil kan
Ha ha ha ….
bingung jadinya, tapi seru! sekarang kita harus lebih bijak dalam segala hal. Tanggapi dengan kepala jernih dan hati yang jujur.
Masalah persengketaan tanah antara warga Muslim & Yahudi di Pelestin bermula pada saat Daulah Khilafah Usmaniyah di Turki mengalami kehancuran akibat propaganda kafir Barat.
Hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh Teodhore Hertz dkk yang menghasut warga Yahudi agar menguasai tanah Palestin.
Cara paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah mengembalikan hak pengelolaan tanah tersebut kepada pemilik terakhir yang sah, yaitu Daulah Khilafah.
Tanah Palestin adalah tanah wakaf yang diserahkan secara ikhlas dari pemilik sebelumnya kepada Khalifah Umar ra. & kemudian dibebaskan kembali dari tangan penjajah oleh Khalifah Muhammad al Fatih.
Bisa saja saudara Muslim kita di Pelestin lari & mengungsi ke negara lain agar selamat, namun hal itu tidak mereka lakukan, karena mereka telah bersumpah untuk merelakan jiwa mereka guna melindungi tanah wakaf milik Daulah Khilafah, hingga Daulah Khilafah bangkit kembali.
Wahai Saudara Muslim di manapun juga, relakah kalian berlama-lama membiarkan penderitaan saudara muslim kita di Palestin terus berlarut-larut?
Wahai Saudara Muslim di manapun juga, marilah kita tegakkan Khilafah sekarang juga!
Agar Saudara kita, baik umat Muslim maupun Yahudi, dapat kembali berdamai seperti sedia kala!
Agar berbagai masalah yang melanda kita saat ini dapat teratasi!
Dan yang terpenting, agar hukum Allah dapat ditegakkan kembali di muka bumi ini!
Innalillahi….
Innalillahi…jugalah saya al askari, tapi SyiahIslamnya kok nggak Innalillahi juga ya?
parah..org2 sinting..jil..jaringan israel liberal kali..bkn jaringan islam liberal..org2 tolol yg terbeli dgn dollar..matilah kalian diganggang dineraka..busuk!!!!
Saya rasa sdr. Luthfi harus membuka lagi Al-Qur’annya dan bercermin apakah beliau tergolong orang-orang tersebut atau tidak.
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar [1478]. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Al Munaafiquun:4)
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS. At Taubah:55)
Bukan main laporan perjalanan sdr Lutfi ke Israel.
Kesan saya Lutfi ini seperti penderita ‘rendah diri’ sangat memuji Israel dan memandang rendah lawannya Israel dan membanding-bandingkan dengan tempat2 canggih yang pernah dia kunjungi Seattle (di Amrik ya ?), Queensland (di Astralia ?) …. Mana lagi bung tempat2 canggih di dunia Barat yang Anda kagumi ?
Waktu berkunjung ke Israel ‘perang Gaza’ sudah berlangsung belum ?. Kalau sekarang Anda berkunjung ke Gaza (sayang Pemerintah Palestina pasti ngga punya duit untuk mengundang Lutfi ke Jalur Gaza) pasti Anda juga akan terkagum-kagum, begitu canggih dan cerdasnya Israel menghancurkan (dalam arti yang benar2 harfiah) Jalur Gaza, termasuk tubuh anak2 kecil dan kaum wanita Palestina.
Manusia yang punya nurani pasti marah melihat kehancuran Gaza, contohnya Sekjen PBB Ban Kim Moon (orang Korea) sangat marah dan mengutuk pelaku penghancuran Gaza.
Seandainya Lutfi sekarang mengunjungi Gaza, saya pesimis hati nurani Anda tergerak utk mengutuk Israel, mungkin Anda akan bilang inilah kebodohan orang Arab Palestina.
Salut untuk Bung Lutfi, kalau kita dapat berpikir yang positip2 saja, tidak perlu sewot belain palestina atau israel, karena kedua bangsa tersebut memang sukanya saling bunuh2an. pikirin saja saudara2 kita didalam negeri, yang miskin dan susah, sehingga hanya ingin dapat Rp. 30.000 jatah zakat saja berani korbankan jiwa.
Saudara2 kita ini lebih berani dari orang2 yang dikatakan pahlawan israel atau palestina, lebih patut untuk dibela dari pada belain itu palestin atau israel.
Salam
Salut juga untuk erika, yang menganggap kejadian dipalestina adalah hal yang lumrah dibandingkan dengan kejadian di bangsa sendiri.
Lumrah untuk Israel yang mengambil tanah haknya bangsa Palestina.
Lumrah atas tragedi pembantaian digaza.
Lumrah yang ikut terbantainya anak-anak kecil , orangtua. Lumrah juga yang ikut terbantainya orang yang membawa bantuan untuk kesana.
Lumrah untuk rumahsakit yang dihancurkan.
Lumrah jugalah untuk erika yang mungkin tak pernah nonton berita.
Lumrah jugalah untuk erika yang salut untuk bung Lutfi, yang mungkin mungkin telah tergoda dan tergiur dengan caranya si Iblis Lutfi…….
Lumrahlah untuk si Iblis dan pengikutnya…..
Membaca catatan perjalanan dari Israel, Luthfi Assyaukanie, saya teringat dengan anekdot “Kacamata Kambing”.
Syahdan, ada gembala yang gundah gulana. Kambingnya tidak mau makan, karena semua rumput telah kering dan menguning. Si gembala rupanya punya ide cemerlang. Kambingnya itu dia kenakan kaca mata hijau. Ternyata berhasil. Kambingnya dengan lahap menyantap rumput kering yang dia sodorkan, melebihi dari apa yang diperkirakan dan diharapkan si gembala.
Komentar saya selangkapnya lihat di: http://rozan-mf.blogspot.com.
Membaca komentar anda bung rozan, saya bingung tanggapan anda tentang si Luthfi Assyaukanie. Yang anda anggap siLuthfi menggambarkan kebenaran dianggap buruk, dan sebaliknya keburukan dianggap benar agar orang tertarik dengan hal tersebut.
Rasulullah beserta para pengikutnya yang selalu setia dengan jalan Rasulullah, sepengetahuan saya, selalu menggambarkan kebenaran adalah kebenaran, keburukan adalah keburukan, dan siap dengan segala resikonya. Dan tidak untuk sebaliknya. Itulah Rasulullah dan pengikutnya.
Tidak seperti yang dilakukan oleh para penginjil, yang berhasil megkristenkan orang-orang yang mengaku umat Muhammad dengan cara menggambarkan keindahan padahal itu bathil.
Jadikan didalam dakwah ini dengan cara Rasulullah dan orang-orang yang berjuang benegakkan agama Illahi. Benarkan cara berfikir kita yang mengaku sebagai umat Muhammad.
@ahmad
sebenarnya saya ingin mengingatkan bahwa kita tidak bisa melepaskan “kaca mata” moral dalam melihat segala sesuatu.
bukan cuma hasil yang jadi ukuran dalam menilai sesuatu, tapi juga proses dan caranya. moralitas juga meniscayakan adanya emphati, pemihakan dan solidaritas bagi kalangan yang tertindas/mustadh’afin (dalam ini palestina). ali syari’ati telah mengulas hal ini secara gamblang.
bagian mana atau dalam hal apa yang anda maksud dengan:
“Yang anda anggap si Luthfi menggambarkan kebenaran dianggap buruk, dan sebaliknya keburukan dianggap benar agar orang tertarik dengan hal tersebut”?
maaf kalau ada misspersepsi. atau memang pandangan saya gak bener.
tks.
@rozan
Afwan jika saya salah persepsi atas tanggapan anda terhadap Luthfi Asysyaukani. Jujur saja, saya awam dalam ‘ilmu agama.
Namun apakah keindahan yang dibangun israel diatas tanah haknya Palestina itu adalah benar atau bathil? dan sebaliknya, kecurigaan orang palestina terhadap orang asing (karena mereka merasa hidup mereka tidak pernah aman sampai saat ini) itu adalah hal yang buruk atau benar?
‘Ali Syari’ati berada didepan untuk kalangan musthad’afin, menyuarakan suara mereka, hak-hak mereka. Dengan kaca mata moralnya, yang saya anggap kita semua memilki kaca mata ini. Namun kacamata yang dipakai si luthfi itu kacamata apa? Yang semua orang merasa tidak cocok untuk memakainya (kecuali anda). Kacamata yang harus dipakai adalah kacamata yang bisa melihat dengan jelas dan bisa memberikan penjelasannya kepada orang lain dengan jelas, seperti ‘Ali Syari’aati yang dengan jelas menyurakan hak-haknya musthad’afin. Perbandingkan antara ‘Ali Syari’ati dengan Luthfi Asysyaukani.
Kacamata itu adalah alat untuk dakwah kita, yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim. “Sampaikan olehhmu walau hanya satu ayat”. Jangan memaksakan kacamata yang dipakainya kepada orang lain, nantinya takut bukan Shirathal mustaqim yang didapatnya, malahan jurang yang diraih.
Dsaat ini kita memerlukan 1 kacamata, 1 pandangan.
agar kita tahu siapa musuh dan siapa kawan. jangan sebaliknya, kawan dianggap musuh – musuh dianggap kawan. Ukhuwah kita perlukan saat ini, dan jangan membuat jarak diantara kita sesama muslim.
Sekalilagi afwan ya saudara rozan jika saya misspersepsi atas tanggapan anda.
Syukron…
Melalui tanggapan yang saya buat (di blog saya) sebenarnya saya ingin membuat analog sebagai sindiran. Israel dan Belanda sama sama penjajah. Warga Palestina adalah kaum terjajah, yang terampas dan terhempas, seperti halnya pernah dialami bangsa Indonesia. Dengan kacatama si Luthfi saya mencoba melihat penjajajah di Indonesia dulu. Ternyata hasilnya jadi lain dari yang selama ini saya lihat dan saya rasakan. Belanda jadi pahlawan dan bangsa Indonesia jadi pecundang. Karena memang kacamatanya salah, tak bermoral. Tidak ada rasa empati dan pemihakan sedikitpun pada kaum yang tertindas (Palestina).
Catatan Luthfi jelas bukan hanya sekedar melaporkan fakta, tapi lebih bersifat opini, persepsi dan penilaian pribadinya. Malah terkesan tendensius. Joke yang saya sampaikan sebenarnya sejenis humor sufi, yang mengandung makna tersirat. Apa yang dia kira rumput hijau (haq) sebenarnya rumput kering (bathil), karena kamacata yang dia pakai untuk menipu/mengelabui. Dia tidak punya penciuman moralitas dan rakus. Hanya kambing dungu dan pandir yang bisa dikelabui.
Saya setuju dengan Anda yang memakai ungkapan “hak dan bathil”, bukan “kebenaran fakta” dalam menilai hasil pengamatan si Luthfi. Saya kira tak ada perbedaan pandangan kita dalam hal ini. Syukran jiddan ya akhy. Salam.
Heran orang Islam ini kok umumnya pandai debat kusir terus (tidak adakah kebijakan dari hati nurani buat mengagungkan agamanya? ) saja dari mulai jaman dahulu hingga sekarang apa-apa yang sudah dihasilkan menjadi hilang akibat perseteruannya sendiri , sampai sampai Iran yang berusaha untuk mengangkat harkat dan harga diri Islam dimata barat pun di sebut negara fanatik Islam sesat dll .Ironis sekali memang !!.
kasihan sekali Luthfie yg menjual diri , intelektualismenya dan agamanya demi kucuran dana Zionist dan USAID yg menawan hatinya. Dikasih 1M saja langsung bikin artikel mendukung propaganda IsraHell
Lutfi itu antek zionis israel, bersama Dur, Ulil, yys Paramadina, banyak kalangan di NU yg sdh termakan pikirannya oleh zionis. Mbok para kiyai bertindak gitu loh, jgn biarkan mereka terus merajalela.
Lutfi dan kawan-kawannya telah menjual imannya dengan segepok uang dollar… mungkin nggak ya ada yang bertobat setelah melihat israil memborbardir gaza yang membunuh banyak anak-anak kecil dan perempuan warga gaza? Atau malah mereka semakin membenarkan israil dan menyalahkan pejuang hamas? Kalau yang kedua ini yang mereka lakukan memang mereka patut diragukan imannya bahkan keislamannya… lalu mereka akan menjawab hanya Tuhan yang tahu keimanan dan keislaman… ya Tuhan pasti tahu… apakah anda beriman, berislam, munafik atau kafir… sayangnya itu nanti akan kita saksikan setelah yaumil kiamah (hari kiamat)… Sebaiknya anda janga percaya pada hari pembalasan karena dengan begitu anda akan hidup lebih bebas sebebasnya (lebih liberal) di dunia tanpa takut dikecam oleh orang lain, dan anda akan semakin mendapatkan dollar lebih banyak lagi…
coba dong cek ke: http://www.gerakanantisyiah.multiply.com
bener ga yang ditampilkan di situ????
——————————————-
Islam Syiah:
Dari namanya aja sudah berbau sinis.
Itu adalah fitnah yang keji, karena;
1- Itu aula di Lawang-Malang-Jatim, bukan resmi gereja…jadi kadang juga disewakan untuk peringatan kebaktian Kristen.
2- Mereka tidak bisa membedakan antara Yahudi sebagai agama dengan Zionis Israel sebagai gerakan politik mengatasnamakan agama. Perlu anda ketahui, itu adalah Rabi-Rabi Yahudi Ortodoks yang anti-Zionis. Bukan hanya muslim saja yang anti kekejaman Zionis, sebagian Kristen dan sebagian Yahudi juga membenci Zionis…bahkan orang seperti Fidel Castro yang sosialis.
3- Masalah bertabarruk dengan kuburan…ini bukti bahwa penulis/pemilik Blog itu adalah Wahaby, bukan Ahlusunnah biasa. Karena Syiah dalam hal ini sama dengan Ahlusunnah, membolehkan ziarah dan bertabarruk kepada kubur. Ini akibat kerancuan konsep Wahabisme tentang ziarah, tabarruk dan istighotsah yang mereka anggap syirik.
4- Khalid Masy’al justru menyayangkan kenapa negara-negara Arab justru tidak membela mereka (Hamas), bahkan Saudi yang Wahabi justru bermesraan dengan USA dan Israel. Di sini kajiannya sudah bukan Sunni-Syiah lagi, tetapi Islam dan Munafik.
5- Mayoritas mutlak ulama Syiah mengharamkan tadbir (memukul benda tajam) saat Asyura. Jika ada oknum yang melakukan hal itu maka apakah itu bisa dinisbahkan kepada mazhab secara keseluruhan? Tentu disaat ada beberapa oknum Wahabi Saudi yang berzina di Puncak-Bogor apakah proporsional jika kita langsung menvonis bahwa Wahabi menghalalkan zina? Tentu tidak bukan?
Hanya satu islam tdk ada yg syiah maupun suni
Dan musuh kita sama israel dan amerika..yg saya heranin ya orang2 arab ini i padahal masjidil aqsa diinjik2 dilecehkan alquraan dibakar kok kalian diem semua saudara kita dibantai kalian diem aja..coba israel itu deket..demi allah swt ku kan pergi berjihad kesana..kalian pemimpin arab idiot padahal itu tmpt suci kita..monyet kalian..
JARINGAN IBLIS LIBERAAAAAAAAAAAAAAAAAALLLLLLLLL
Yang komen disini pasti rata-rata orang sinting yang otaknya tidak jernih 🙂 coba deh kalau si Luthfi menceriterakan keindahan dari istanbul or dubai dan sebagainya hmmmm gua yakin tulisannya pasti itulah islam or aulloh akbar or subanaaulloh 🙂